Menghadapi Babak Baru


Kebingungan memahami dan mengembangkan potensi diri, menggiringku mengikuti suatu workshop pencarian jati diri. Apalagi kelebihan yang ditawarkan adalah dibimbing seumur hidup oleh mentornya (Psikolog), tambah saja membuatku penasaran mengikutinya. 

Singkat cerita, selesai acara, aku jadi lebih memahami arah potensiku mau dibawa kemana. Namun, sejak memahami hal tersebut, seketika isi kepalaku menjadi penuh dengan pertanyaan tentang arah hidupku kedepannya. Terutama menyangkut pekerjaan yang kulakukan saat ini. 

Dan esoknya, aku mulai bekerja lagi. Setibanya di klinik, aku bertemu dengan partner kerja baru, karena salah satu temanku sudah resign. Suasana di tempat kerja pun terasa berbeda, ditambah isi pikiranku masih menyangkut tentang arah perkembangan potensiku. 

Entah kenapa, hatiku merasa sedih. Apalagi jika membayangkan, kehidupanku akan berubah drastis ketika aku benar-benar menekuni bidang baru. Rasanya baru kemarin aku merasa bahagia karena bertemu mentor dan teman-teman baru.  Secepat itu 'nuansa' hidupku berubah. 

Akupun hanya berusaha menyadari bahwa, ada perpisahan, ada pertemuan. Dan ada kelebihan dari setiap orang yang dihadirkan. Maka jika aku merasa kehilangan dengan teman lama, aku hanya perlu mengenal lebih dalam teman yang baru.

Dan ternyata benar, partner kerjaku yang baru tak kalah asyiknya.

Belum beres sampai disitu. Aku masih terus saja memikirkan tentang bidang yang akan kutekuni kedepannya. Percaya atau tidak, aku selalu merasa mual ketika itu. Awalnya aku gak menyadari kenapa aku mual. Aku terus bertanya-tanya pada diriku "kok mual ya?". Dan setelah aku amati, kemungkinan karena aku 'shock', dan asam lambungku naik kala itu. Karena itu adalah hal baru bagiku, dan tak pernah kubayangkan akan menjadi kenyataan. Saat ini pun belum, tetapi arahnya sudah mendekati. 

Akupun mencari cara agar aku tak merasa kaget dan mual lagi ketika memikirkannya.
Lalu, ketika dalam perjalanan pergi bekerja, aku bertanya pada diriku;
+ "Apa sih yang membuatku sampai merasa kaget bahkan sampai mual begitu?"
- "Hmm.. mungkin karena aku terlalu antusias akan perubahan itu, tetapi di lubuk hati paling dalam aku belum siap untuk beradaptasi"
+ "Oke.. itu yang mungkin akan terjadi, kalau aku mengikuti arahan mentor"
- "Jadi, apa yang kira-kira akan menggagalkan rencana itu? Karena kan aku akan jadi *menteenya seumur hidup?"
+   "Hmm.. tapi, kan Zul, gak ada yang tau usia mentor ataupun usia kamu, jadi gak ada yang menjamin hal itu akan terjadi, semuanya kembali pada Allah"
- "Ohhh.. iyaa yaa.. bener juga, hmm oke, kalau gitu urusanku sekarang yang penting kerjaan beres dan lakukan sebaik mungkin"

Sejak aku menyadari hal itu, aku gak merasa mual lagi mengingatnya, dan lebih selow aja rasanya menjalani aktivitas. Karena pikiranku tentang perubahan yang akan terjadi, lebih bisa ke-rem. Rasanya nano-nano sekali hidupku.  Alhamdulillah.. 


*Keterangan: Mentee (yang di bimbing oleh Mentor)





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi: Menyukaimu

Maafkan Aku..

Pertanyaan Menegangkan: What's Your Hobby?