Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Sajak di Hari Sabtu, Bagi Jiwa yang Baru

Tak ada yang berkata sabar itu mudah. Bahkan nabi-nabi terdahulu diuji sedemikian berat tuk menguji ketaatannya. Beberapa waktu lalu, aku berkirim pesan dengan teman lama. Aku bertambah dewasa katanya, Tak lagi mengeluh sesering dulu.. Aku berkaca pada diriku.. Hmm ya, beberapa kejadian membuatku berubah. Dari sudut pandang, perilaku, ketahanan. Aku senang dilihat lebih baik. Meski aku tahu benar apa yang kurasa belum sejauh apa yang kuharap. Sejauh yang kupahami, memperbaiki diri itu setiap hari. Sejauh yang kutahu, introspeksi diri itu setiap waktu. Aku tak pernah tahu sampai kapan waktuku. Yang pasti, setiap hari menjadi kesempatan & petualangan baru. Bagi jiwa yang diperbaharui setiap waktu.

7 Kesalahan Fatal di Usia Muda. No 6 & 7 Bikin Deg-degan!

Hallo.. kali ini aku mau share terkait hal-hal apa aja yang aku sesali, yang aku rasa ini ngefek banget di kemudian hari. Dan seharusnya bisa dicegah sedini mungkin. Oke, langsung aja.. cekidot! 1.       Tidak Mengetahui Cara Belajar yang Efektif         Seharusnya, aku bisa mengetahui ini lebih awal, tetapi karena akupun ga mencari caranya, jadi ya aku baru tau akhir-akhir ini. Ternyata kelebihan aku tuh di auditori, dimana cara belajarnya lebih efektif dengan cara mendengar suara/rekaman secara berulang-ulang juga dengan berdiskusi. Hmm.. pantes aja waktu aku diskusi sama temen seasrama dulu, yang nempel tuh yang itu. Dan waktu aku iseng-iseng ngerekam suara sendiri dan memutar ulang, tau-tau pas ujian lisan lancar aja, padahal cuma di dengerin 1x rekamannya.      Buat yang masih belum tau cara belajarnya yang efektif, ayo coba mulai cari tau, biar ga nyesel kaya aku. 2.       Tidak Mendengar Saran Orang Tua       Kalau ini tuh kaitannya sama pilihan sekolah d

Menghilangkan Alasan dengan Alasan

Pernahkah kamu merasa, sudah bertekad kuat di dalam hati untuk melakukan sesuatu, tetapi berujung dengan tidak melakukan apa-apa?  Sebagai wanita di usia 20-an, tentunya banyak hal yang ingin kucapai. Dan salah satu hal yang ingin kulakukan adalah merutinkan sholat malam. Entah kenapa, meski sudah kucoba menuliskan beberapa point alasan mengapa aku harus sholat malam, tetapi aku masih saja kalah dengan tidak melakukannya.  Sampai pada akhirnya, tadi malam aku mencoba untuk kembali menuliskan alasan mengapa aku harus bangun tahajjud.  Dan ketika aku memegang buku dan pulpen, aku kira kan kembali menuliskan point-point yang cukup banyak. Ternyata tidak, saat itu aku menyadari bahwa, tidak ada alasan lain, aku memang harus melakukannya jika ingin perbaikan hidup.  Hmm.. ya, aku pun mengerti sekarang. Jadi itu mengapa (+) × (-) = (-) ? . Karena sebanyak apapun aku memiliki alasan untuk melakukan, tetapi jika aku memiliki 1 saja alasan untuk tidak melakukan, maka aku tidak ak

Tentang Cinta

Salah satu alasan kenapa aku dilahirkan ke dunia ini adalah karena ada cinta di dalamnya. Cinta Ayah kepada Ibu, cinta Ibu kepada Ayah, Cinta Ayah dan Ibu kepadaku, cinta Tuhan pada Ayah dan Ibu, cinta Tuhan kepadaku. Dan jika dirunut lagi pada silsilah keluarga, akan semakin panjang susunannya, cinta kakek kepada nenek, cinta nenek kepada kakek, cinta kakek & nenek kepada Ayah & Ibu, cinta kakek & nenek kepadaku, dan seterusnya. Terlalu banyak cinta di dalamnya.  Namun terkadang aku lupa, jika yang kulakukan seharusnya karena cinta pada orang tua, karena cinta pada Yang Maha Pencipta, karena cinta pada Rasul-Nya, karena cinta pada agama. Hhhhh... terkadang aku begitu membuang waktu sia-sia, hanya untuk melamun, berleha-leha, sungguh tak produktif sekali.  Mungkin aku terlalu mencintai diri sendiri, sehingga jika sesuatu yang berlebihan dampaknya memang selalu tidak baik, malah merugikan.  Cinta bukanlah sesuatu yang berwujud, tetapi ia bisa di representasikan. Seti

Tetap Dalam Jiwa

Apa yang kau rasakan jika seseorang telah tiada? Saat hanya do’a yang bisa kita berikan padanya.  Tadi malam, saat aku menonton   film “Searching”, ada sebuah moment dimana seorang ibu telah meninggal, akupun hanya membayangkan bagaimana jika hal tersebut terjadi pada ibuku?. Tentunya tak ada yang bisa dilakukan jika takdirnya telah tiba. Maka yang bisa kulakukan sekarang adalah memanfaatkan sebaik-baiknya moment saat bersama, begitu nasihatku pada diri agar tak menyesal nantinya. Tadinya aku mau menyelesaikan film itu dalam sekali tontonan, soalnya kata adikku filmnya bagus banget, tetapi karena dirasa telah mengantuk, dan kalaupun dipaksakan bakal gak fokus nontonnya, akhirnya aku akhiri saja dan berniat melanjutkannya esok hari. Pagi hari pun tiba, lagi-lagi aku bangun dengan membatalkan janji pada diri untuk bangun lebih awal. Hmm... setan memang selalu punya cara tuk menggoda. Atau.. akunya saja yang tak kuat menata niat? Singkat cerita, sekitar jam setengah s

Menghadapi Babak Baru

Kebingungan memahami dan mengembangkan potensi diri, menggiringku mengikuti suatu workshop pencarian jati diri. Apalagi kelebihan yang ditawarkan adalah dibimbing seumur hidup oleh mentornya (Psikolog), tambah saja membuatku penasaran mengikutinya.  Singkat cerita, selesai acara, aku jadi lebih memahami arah potensiku mau dibawa kemana. Namun, sejak memahami hal tersebut, seketika isi kepalaku menjadi penuh dengan pertanyaan tentang arah hidupku kedepannya. Terutama menyangkut pekerjaan yang kulakukan saat ini.  Dan esoknya, aku mulai bekerja lagi. Setibanya di klinik, aku bertemu dengan partner kerja baru, karena salah satu temanku sudah resign. Suasana di tempat kerja pun terasa berbeda, ditambah isi pikiranku masih menyangkut tentang arah perkembangan potensiku.  Entah kenapa, hatiku merasa sedih. Apalagi jika membayangkan, kehidupanku akan berubah drastis ketika aku benar-benar menekuni bidang baru. Rasanya baru kemarin aku merasa bahagia karena bertemu mentor dan teman-

Menyudahi Kesendirian

Memahami diri lebih dalam, tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar, juga effort yang lebih. Saat aku memilih untuk fokus bekerja, ternyata membuatku menjadi mudah jenuh dan bosan. Karena memang tak ada kegiatan lain.  Mengingat saat kuliah pun aku so' so'-an berniat untuk fokus kuliah, padahal ga fokus fokus amat, IPK pun B aja. Tapi memang pada saat itu jadwal kuliah di kampus betul-betul padat sekali, dan organisasi yang ada kurang menarik minatku. Hmm.. oke, aku pun berpikir agar memiliki kegiatan lain. Rencanaku bisa ikutan workshop, seminar, training, jadi relawan dll. Yang memang bisa meningkatkan pemahaman, wawasan, dan skill selain bekerja.  Tapi.. karena jadwalku masuk & libur kerja itu ga tentu setiap minggunya, biasanya setiap ada acara yang ingin ku ikuti sangat jarang yang sesuai dengan jadwalku libur.  Akhirnya, akupun memutuskan untuk belajar lewat buku dulu, karena yang paling fleksibel untuk belajar ya dengan membaca buku. Namun, aku

Apa yang Salah dengan Belajar?

Apa yang salah dengan belajar? Selama yang dipelajari bukanlah ajaran sesat dan terlarang. Aku suka belajar, aku suka mempraktekkannya. Dan ketika yang kulakukan sudah mentok, maka saatnya menemui guru. Ia yang lebih dulu mengalami dan melakukan. Ia yang lebih dulu mempelajari. Ia yang ilmunya lebih dalam, lebih luas. Dan akupun adalah manusia yang dianugerahi akal. Informasi yang kudapat kucoba cerna dengan baik. Dikunyah dengan halus, bukan ditelan bulat-bulat. Aku sedang belajar dan berproses. Plis.. kalau tak bisa mendukung, setidaknya jangan mencaci. Kita sama... ber-nenekmoyang Nabi Adam dan Siti Hawa yang berasal dari surga. Aku ingin kembali dengan keadaan sebaik-baiknya.

Selamat!

Mungkin kau belum mengenaliku dengan sebenar-benarnya. Apa yang kau rasa belum paham, karena kau masih di permukaan. Sejujurnya, tak ada niatku memusuhi, mengejek ataupun menjelekkan. Namun, kau pancing emosiku naik pitam. Tak kuasa aku menahan balasan. Maka kini, terimalah sudah apa yang telah kau lempar umpan. Kau telah mendapatkannya. Mungkin, ini juga balasanku dari Tuhan. Karena rasa yang terlalu dalam di permulaan.

Melepas Kacamata

Melepas kacamata, menjadi momen paling ditunggu bagi pemakai kacamata pemula sepertiku. "Kacamatanya harus dipakai dulu, dilepas hanya saat mandi, sholat, wudhu, sama tidur ya!" seru seorang dokter mata di depanku kala itu, nadanya tegas, kata-katanya lugas, matanya pun terbuka dengan lebar sambil melihat fokus ke arahku. Aku pun merasa benar-benar di perhatikan dan dinasehati dengan sangat. Sebenarnya, aku telah mengalami penglihatan buram ini dari sekitar kurang lebih 3 tahun lalu. Awalnya, aku hanya memakai kaca mata saat kuliah saja, karena aku merasa kepentingannya hanya disitu. Dan lagi, itu terjadi saat semester akhir, yakni semester dimana waktu belajar di kelas sudah sangat jarang sekali dilakukan. Juga ada alasan lain, aku merasa dengan memakai kacamata, aku kehilangan wajahku yang sebenarnya. Karena wajahku menjadi lebih lebar dengan memakai kacamata. Pernah suatu ketika, saat aku mengikuti kegiatan menjadi relawan PON, otomatis saat itu aku bertemu dengan o

3 Jenis Pertanyaan

Aku ingat saat zaman sekolah dulu, kalau tidak salah aku mendengarnya dari seorang guru, beliau berkata "pertanyaan itu ada 3 macam, yang pertama bertanya karena tidak tahu, yang kedua untuk membandingkan jawaban, dan yang ketiga untuk mengetes". Lalu aku pun berpikir, sepertinya aku akan selalu menjadi jenis yang pertama, karena gaada bayangan aja untuk jenis kedua dan ketiga bagiku saat itu. Dan untuk jenis pertama pun aku tak tahu, karena aku merasa belum berpikir kritis dan memiliki banyak pertanyaan untuk diajukan.  Seiring berjalannya waktu, berawal dari pengalaman pahit yang aku alami, aku pun berusaha untuk memahami diri sendiri dan kehidupan yang kujalani. Hingga muncullah banyak pertanyaan tentang pilihan-pilihan hidup dan keputusan yang akan mempengaruhi masa depan.  Sedikit demi sedikit aku mulai memahami akan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan memusingkan itu. Namun, sesekali pertanyaan itu muncul kembali, sambil terus bertanya akan keyakinan diri, "Ap

Suara Hati

Ayah.. Ibu.. kulihat wajahmu menirus.. Kulitmu mengendur .. Rambutmu berkurang.. Nafasmu semakin melambat.. Suaramu semakin berat.. Saat itu aku menyadari.. Kau dan aku semakin menua.. Itu adalah hal pasti yang baru ku maknai.. Lalu aku pun bertanya, apa yang telah kulakukan selama ini? Membanggakannya? Membahagiakannya? Kukira, bukan sekedar harta yang mereka pinta. Bukan sekedar pujian dari tetangga. Bukan sekedar jabatan dalam bekerja. Tetapi, apakah aku mempedulikan mereka sebagaimana seharusnya? Apakah aku mengamalkan kebaikan yang mereka ajarkan? Karena dari sanalah nama baik terbawa, dari amal perbuatan kita. Teringat nenek moyang yang telah tiada. Aku pun membayangkan, apa yang kan membuat mereka bangga memiliki aku sebagai cucunya. Lalu aku pun menyadari, kembali pada kebaikan yang kulakukan. Kuingin mereka tersenyum disana. Dimulai dari hal terkecil dalam diri. Hal terdekat dengan diri. Kuingin memperbaiki. Meski ada saja celah lalainya. Ada saj

Sebelum Menulis & Kunci Rezeki

Waktu menunjukkan pukul 16.48 WIB, waktu yang pas buat ngabuburit. Aku sedang scroll timeline facebookku, dan aku membaca beberapa postingan yang aku share terakhir kali. Saat aku membacanya ulang, aku jadi teringat sesuatu. Dulu, saat aku memutuskan untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik, aku tak tau harus mulai darimana. Hingga akhirnya, aku memulai dari dunia maya, dan saat itu belum booming instagram, jadi yang rutin kupakai itu facebook.  Saat itu, aku rajin sekali membaca dan menshare postingan-postingan yang ngena banget di aku, salah satunya adalah postingan tere liye. Saat itu aku berpikir, meskipun aku masih belum seperti mereka, tapi setidaknya, dengan aku menjadi follower mereka, aku bakalan kecipratan sedikitnya pemikiran-pemikiran positif mereka. Sebagaimana bulan yang memantulkan cahaya matahari.  Dan aku pun tak menyangka, dulu aku yang hanya sebagai penyuka tulisan mereka, kali ini aku bisa sedikitnya menulis seperti itu. Meski masih sangat jauh sekali dar

Dibalik Tantangan Menulis 30 Hari

Gambar
Gambar via plimbi.com Sebagai seorang karyawan yang ga sibuk-sibuk amat, saya berusaha memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya. Diantaranya yaitu dengan membaca buku, dan sekali-kali menulis. Jenis tulisannya masih random , jadi aku hanya menuliskan hal-hal yang memang meggelitik pikiranku saja.  Dan alhamdulillahnya, ada orang-orang yang dengan giat mengajak dan menantang  untuk menulis selama 30 hari berturut-turut di bulan Ramadhan ini. Aku menemukannya dari postingan seorang teman di sosial media, yang sama-sama tergabung di grup kepenulisan. Awalnya aku ragu, dan sempat menimbang-nimbang untuk ikut, karena takutnya ga bisa konsisten. Tapi setelah di pikir-pikir, sepertinya aku harus mencobanya, karena kalau ga dicoba, gaakan tau bisa dilewati atau nggak. Justru dari situ aku bisa menilai, seberapa kuat sih keinginan untuk menulis? Dan seberapa mampu diriku untuk menulis.  Aku pun mengikuti tata cara pendaftarannya, dan tegabung di grup Whatsapp . Jadi setiap hari aka

#Day1 #RamadhanBerkisah - Arti Memberi Bagiku

Gambar
Ketika mendengar kata memberi, sejenak yang terlintas dalam benakku adalah pepatah "tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah". Namun, terbesit pertanyaan "bagaimana jika keadaan kita sedang di bawah? Masih bisakah memberi?". Sejauh yang kuamati, tentu bisa. Kita bisa memberikan perhatian, kasih sayang, tenaga, motivasi, dlsb. Misalkan, memberi kabar pada orang tua, saudara, bertegur sapa dengan tetangga, dlsb. Rasanya tidak kalah menyenangkan kok dibandingkan memberi dalam bentuk harta/benda 😊. Aku sangat mengagumi mereka yang dengan mudah selalu memberi kepada yang membutuhkan, baik dalam bentuk tenaga ataupun materi, sangat terlihat sekali semangat berbaginya tinggi. Mungkin karena itu pula lah Allah menyuruh kita untuk bersilaturahmi, bahkan senyum kita kepada sauara kita dinilai sebagai sedekah. Karena kita pun bisa merasakan, ketika kita sedang di rundung duka, tetapi dengan adanya sahabat yang hadir menemani dan menguatkan, sejenak terasa